Salah satu museum bersejarah ada di Lampung.
Sebagai museum pertama dan terbesar di Lampung, Museum Lampung ini berdiri pada 1975, rampung dan diresmikan pada 24 September 1988.
Museum yang berlokasi di Kota Bandarlampung, Jalan ZA Pagar Alam No.
64 ini berada di bawah pengelolaan UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Mengutip dari artikel yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pada 1 April 1990, Musem Negeri Provinsi Lampung mendaptkan penambahan nama “Ruwa Jurai”.
Museum ini direvitalisasi sebanyak dua kali, yaitu pada 2013 dan 2018.
Museum Lampung memiliki visi mewujudkan museum yang berkemampuan prima dalam pelestarian, perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan Benda Cagar Budaya (BCB) untuk memantapkan jati diri masyarakat “Sai Bumi Ruwa Jurai”.
Sementara visi yang dibawa yaitu peningkatan sistematisasi pelestarian dan perlindungan BCB berdasarkan kaidah museologi.
Ketika pengunjung memasuki ruang pamer, tersaji tampilan ruang diorama yang memperlihatkan letusan gunung Krakatau.
Selain itu, juga terdapat ruang pamer pakaian adat dan perahu tradisional Lampung.
Koleksi yang mencirikhaskan daerah setempat berada di lantai 2.
Di lantai satu, koleksi museum didominasi dengan benda-benda bersejarah meliputi zaman prasejarah, Hindu-Budha, Islam, Kolonial, hingga pasca kemerdekaan RI.
Beragam benda tersebut meliputi prasasti, arca, persenjataan, dan mata uang hingga perabotan rumah tangga.
Terdapat berbagai arca dengan beragam ukuran saat pengunjung menyusuri lorong-lorong museum.
Arca tersebut terkumpul dari zaman Hindu-Budha.
Sementara untuk peninggalan Islam, terdapat prasasti Bodhalung, Al-Quran bertulis tangan, Sstempel Marga Sabu, Naskah, dan keramik yang ditulis dengan huruf Arab.
Masyarakat Lampung juga memiliki beragam senjata tradisional adat, seperti Payan Kejang (tombak panjang), Taming (tameng), Punduk (keris), dan Panderang (pedang).
Senjata-senjata tersebut konon digunakan masyarakat Lampung untuk melawan kolonial.
Perabotan rumah tangga seperti tempat air atau tembikar juga ditampilkan di Museum Lampung.
Melalui teks yang tertulis pada masing-masing koleksi, dijelaskan bahwa terdapat dua sistem pengeringan dalam pembuatan tembikar, yaitu dengan tungku ladang menggunakan jerami, dan tungku oven menggunakan kayu.
Koleksi di lantai 1 yang berupa kerajinan keramik adalah berbagai perkakas rumah tangga.
Keramik-keramik tersebut merupakan buatan Cina, Vietnam, Thailand, Persia, hingga Eropa.
Hal ini menandakan bahwa terdapat kontak perdagangan dan kebudayaan antar masyarakat Lampung dengan pihak asing pada zamannya.
RISMA DAMAYANTI