Kementerian Kesehatan dalam laman Sehat Negeriku menjelaskan, stunting sebagai kondisi gangguan pertumbuhan anak.
Anak-anak yang mengalami stunting tubuhnya lebih daripada sebaya lainnya.
Mengutip Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, stunting tersebab kurang gizi dalam waktu yang cukup lama.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan, anak-anak dikategorikan stunting jika tinggi badan menurut usia mereka deviasi di bawah median standar pertumbuhan.
Standar ini biasanya tertera di buku posyandu anak.
Kader posyandu juga rutin mengecek tinggi sekaligus berat badan anak untuk menggolongkan kondisi stunting atau tidak.
1.
Praktik pengasuhan Merujuk keterangan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat (@ditpromkes), kondisi stunting karena kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan saat masa kehamilan.
Minim air susu ibu (ASI) ekslusif juga mempengaruhi gizi anak.
Jumlah anak yang tidak mendapat ASI di Indonesia 60 persen berusia 0 hingga 6 bulan.
Adapun yang tidak menerima makanan pendamping air susu ibu (MPASI) juga bisa menjadi penyebabnya.
Tercatat 2 dari 3 anak usia 6 hingga 24 bulan di Indonesia tidak menerima MPASI.
2.
Terbatas layanan kesehatan Stunting juga dipengaruhi tidak mendapat akses yang memadai layanan imunisasi.
Kehadiran anak di posyandu menurun.
Jumlah ini dari 79 persen pada 2007, menjadi 64 persen pada 2013.
3.
Kurang asupan makanan bergizi Makanan bergizi cenderung mahal, itu sebabnya tidak semua orang bisa menyanggupi.
Sedangkan, 1 dari 3 ibu hamil diketahui mengalami anemia.
Tercatat 2 dari 3 ibu hamil belum mengonsumsi suplemen zat besi yang memadai.
4.
Sanitasi Tercatat 1 dari 5 rumah tangga masih buang air besar (BAB) di ruang terbuka.
Adapun 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses mendapat air minum bersih.
Cuci tangan secara tepat juga belum diterapkan.
AMELIA RAHIMA SARI Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.